Oret

Aku terdiam memandang mesin cetaku dengan isikan kertas putih. Aku tatap nan terus ku tatap kertas itu. Ku putar nan terus ku gulung hingga terbentuk tabung. Namun aku bingung sungguh bingung. kertas itu tetap tak memberikan arti. Hingga ku teringat akan tinta hitam yang mengendap pada pena yang tersimpan pada gelas putih. sungguh memberi warna akan infirasi untuk mencoba mengoretkan tinta itu pada kertas putih.Hingga tercipta kata demi kata, kalimat demi kalimat dan paragraf demi paragraf . Yang tersusun rapi membentuk cerita. Dengan harapan memberi inspirasi bagi pembaca setia untuk tetap membaca dan berkarya. Semoga harapan ini Allah swt meridoinya,amin

Senin, 27 Juni 2011

Salah Apa Dosa Apa

“Nif dosa apa, salah apa aku ini? Setiap aku mencintai dengan sungguh-sungguh, cewek yang aku cintai selalu mempermainkanku. Dia bilang: cinta, mau menikahiku dan mau hidup denganku selamanya. Namun nyatanya, dia pergi meninggalkanku. Dengan alasan dia dijodohkan oleh orang tuanya.”
Aku sedih melihat kenyataan ini, Iwan sahabat terbaikku. Dia cerdas dengan wawasan luas, badan tinggi, tampan dan dan ia mempunyai niat baik terhdap wanita yang dicintainya. Namun kenyataannya, niat baiknya itu tak semulus apa yang ia harapkan. Kadang aku merasa kesal, jengkel dan ingin rasanya marah pada semua perempuan terutama mantan pacarnya. Begitu tega pacarnya itu menghancurkan harapan terbesar seorang laki-laki. Bayangkan oleh kalian, ia berniat baik, bukan ingin melakukan maksiat. Tidak seperti laki-laki lain disekitarku, yang hanya memanfaatkan kenikmatan sesaat. Mungkin aku terlalu kasar mengucapkan perkataaan seperti ini. Aku hanya terdorong emosi yang sudah lama aku pendam, dengan bersifat sabar dan menjadi orang baik.
“Sabar Wan, kita hanya berusaha. Tuhan yang menakdirkan jodoh kita. Kita harus terima kenyataan ini.”
Dengan nada keras diselimuti amarah ia menanggapi apa yang aku katakana,
“Seberapa lama lagi aku harus bersifat sabar, haruskan aku terus diam dengan keadaan seperti ini? Sakit Nif, sakit hati ini. Sudah dalam luka hati ini aku derita. Mereka tak pernah bersikap bijak dan menghargai niat baikku. Hanya sebelah mata aku dipandang. Memang aku bukan seorang konglomerat yang kaya raya, dengan mobil mewah, rumah besar dan pekerjaan mapan. Aku orang miskin yang terbuang, yang hidup dengan mengais rizki dipinggir jalan demi sesuap nasi demi menyambung hidup. Apakah aku tidak berhak memiliki cinta? Apakah cinta hanya untuk orang kaya raya saja. Hidup ini memang tak adil, Nif.
Aku semakin sedih mendengar perkataannya, teriris hatiku melihat kenyataan ini. Begitu pahit cinta yang dilalui, muka kusam dengan rambut acak-acakan. Membuat aku hawatir melihatnya. Ada rasa takut, takut dia melakukan apa yang tidak aku harapkan. Seperti mengahiri hidupnya, karena dizaman sekarang begitu tidak berharga nyawa ini. Banyak yang nekad bunuh diri atau dibunuh orang lain. Kasus mereka banyak sekali, ada karena ditolak pacarnya, terjerat hutang, dan cemburu. Aku terlalu jauh befikir, mudah-mudahan itu tidak menimpa pada sahabatku. Terlalu dangkal pemikiran itu seandainya ia ambil sebagai ending hidupnya. Dan kali ini kasus temanku adalah orang tua perempuan yang tidak setuju pada iktan cinta mereka, desebabkan kesenjangan sosial, yaitu harta. Sungguh tidak adil, membuat aku takut bahkan trauma untuk menjalani cinta bersama perempuan yang aku cintai.
Kini perempuan yang ia cintai telah menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Nina merupakan perempuan pilihan Iwan yang dicintainya. Sudah 1 tahun mereka merajuk cinta, begitu cocok pasangan itu. Mereka selalu bersama kemana-mana, layaknya amplop dengan perangkonya. Aku terkadang iri melihat kemesraan mereka, romantis sekali layaknya Romeo dan Yuliet. Dan mereka sudah berencana melangsungkan pernikahan beberapa bulan kemudian. Bahkan Iwan sahabatku telah mempersiapkan tabungannya kelak hari tiba mempersunting perempuan pujaannya.
Namun kini hubungan mereka kandas di tepi jalan, perempuan itu tidak berkata jujur tentang rencana orang tuanya menjodohkan Nina dengan Bayu. Yang menurut mereka laki-laki itu sangat tepat untuk mendampingi anaknya itu. Dengan gagah berani bercampur sombong memperlihatkan mobil Mersinya Bayu bersalaman dengan orang tua Nina. Tanpa pikir panjang orang tua Nani pun menerima lamaran laki-laki itu, terutama Ibunya. Nina saat itu tidak berada di rumah, sehingga ia kaget mendengar lamaran laki-laki itu. Namun ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Rencana perjodohan itu telah lama ia dengar, bahkan ibunya selalu menyinggung rencananya. Dan Nina tidak menghiraukan, bahkan ia menyembunyikan masalahnya dari Iwan.
“Nin, kenapa selama ini kamu sering diam tak bersuara. Ada masalah?”
Sering Iwan melihat Nina melamun, terlihat saat ia berkencan. Namun Nina selalu menyembunyikan masalahnya. Dengan menganggap itu masalah kecil. Beberapa kali Iwan mendesaknya supaya ia mengutarakan apa yang sedang terjadi dengan pacarnya. Tetap  Iwan tidak bisa berhasil, nihil point yang ia dapat. Hingga ia kesal dengan kelakuan Nina. Sering ia marah dan mengeluh dengan hubungannya dengan Nina. Ingin rasanya mengakhiri ikatan cinta itu. Namun ia penasaran dengan semuanya, ingin rasanya mengetahui masalah yang dialaminya. Sebelum mengahiri cintanya. Dan ternyata Iwan pun sudah mencurigainya, namun itu hanya perkiraan. Mungkin ia sudah berkelurga atau sudah dijodohkan. Pilihan itu membuat ia bingung. Dan ternyata,
“Wan, ku sudah dijodohkan. Orang tuaku telah memilih laki-laki lain tuk mendampingiku. Aku juga sudah menolaknya, tapi orang tuaku bersikeras untuk menikah kanku dengan Bayu.”
Iwan menghela napas, sebelum meneruskan cerita cintanya. Ia mengelus-ngelus dadanya, mungkin meredakan amarahnya. Hingga ia meneruskan kembali ceritanya,
Brokent"Heart
“Nif, aku sudah mengingatkan dia tuk memilih aku. Tapi dia tidak bisa berontak pada orang tuanya dan ia memilih mengikuti keinginan orang tuanya. Dengan alasan mencintai dan tidak mau meninggalkan keluarganya. Aku saudah mencoba menghubungi kedua orang tua Nina. Tapi aku hanya mendapatkan kehampaan. Kau kesal, kenapa Nina tidak bilang dari dulu mengatakan rencana perjodohan itu. Kalau seandainya dia berkata jujur, mungkin aku tidak akan mencintai dia. Namun nasi sudah menjadi bubur, Nif. Aku harus merelakan cintaku kandas seperti ini. Aku berharap ia bahagia dengan laki-laki pilihan orang tuanya itu. Namun aku ingin ingin melihat seperti apa cinta mereka.”
Dan ternyata aku menyaksikan pernikahan Nina dengan Bayu tidak begitu lama. Hanya 5 bulan menjalani rumah tangga mereka, kekerasan dan kebohongan belaka yang nampak. Mobil Mersi yang dipalkir depan rumah Nina itu ternyata sewaan belaka, rumahnya pun milik temannya. Dengan alasan orang tua Bayu ingin mewarisi tanah yang luas dan seandainya Bayu medapatkan harta warisan tersebut, maka temannya akan mendapatkan 50%. Dan ternyata semua itu bohong, hanya ingin menarik hati orang tua Nina belaka. Semuanya terkena tipu muslihat belaka.
Dan Kini Nina menjanda dengan luka disekujur tubunya, akibat kekerasan suaminya. Bukan itu saja, ia menanggung malu dari apa yang dilakukan Bayu. Penyesalan yang mendalam dengan tidak mengikuti kata hatinya, memilih orang yang dicintanya. Aku sangat sedih melihat Nina, ini bukan hukuman bagi seorang perempuan. Namun perlajaran belaka yang Tuhan kasih akan makhluk-Nya.